TANJUNGBALAI, Radar News— Proses hukum terhadap Rahmadi, seorang aktivis sipil yang didakwa dalam kasus narkotika di Pengadilan Negeri Tanjungbalai, Sumatera Utara, memicu perhatian luas setelah muncul dugaan rekayasa yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum.
Rahmadi dituntut sembilan tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar atas tuduhan kepemilikan 10 gram sabu. Namun, dalam sidang yang telah beberapa kali digelar, tim kuasa hukum Rahmadi menyampaikan bantahan tegas terhadap dakwaan tersebut. Mereka mengungkap bahwa kliennya diduga menjadi korban kriminalisasi.
Poin krusial muncul dalam sidang pekan ini ketika tim pembela menghadirkan rekaman CCTV berisi potongan percakapan antara seorang anggota polisi bernama Victor Topan Ginting dengan rekan lainnya. Dalam video itu terdengar ucapan, “Lombek sudah di situ. Jangan kau aneh-aneh. BB kau ini…”, sambil menunjuk ke sakunya sendiri.
Menurut kuasa hukum, pernyataan tersebut bertentangan dengan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang menjadi dasar tuntutan jaksa. Dalam BAP, disebutkan lokasi penemuan barang bukti berada di tempat yang berbeda, seperti di bangku penumpang dan bahkan di bagasi belakang mobil dalam kotak lampu. Perbedaan keterangan ini dianggap sebagai bukti tidak konsistennya kronologi yang disampaikan pihak kepolisian.
Polemik makin berkembang ketika dua terdakwa lain yang dihadirkan sebagai saksi justru mengaku tidak mengenal Rahmadi sama sekali. Mereka juga menyatakan bahwa mereka dipaksa menandatangani BAP dan mengaku menjadi korban kekerasan fisik selama pemeriksaan.
Di sisi lain, keluarga Rahmadi juga melaporkan adanya kejanggalan lain berupa raibnya uang senilai Rp 11,2 juta dari rekening M-Banking milik Rahmadi, sesudah ponsel pribadinya disita oleh penyidik. Hilangnya dana tersebut menambah daftar panjang kejanggalan yang terjadi sejak awal proses hukum dijalankan.
Perkembangan ini langsung mengundang reaksi luas dari masyarakat. Sejumlah elemen sipil di Tanjungbalai mendesak Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo agar turun tangan langsung mengusut peristiwa tersebut. Mereka menilai penanganan kasus ini tidak hanya menyangkut satu orang terdakwa, tetapi menyentuh persoalan sistemik dalam tubuh aparat penegak hukum daerah.
Ketua Aliansi Masyarakat Tanjungbalai, R. Pane, menyatakan bahwa kasus Rahmadi harus menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme penangkapan, pemeriksaan, dan pembuktian perkara di lapangan. “Kalau benar Rahmadi dijebak, ini adalah sinyal darurat bagi ketidakadilan yang bisa menimpa siapa saja,” katanya.
Sidang perkara akan kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda penyampaian tanggapan dari jaksa atas pledoi yang sebelumnya disampaikan tim kuasa hukum. Di tengah jalannya proses ini, publik berharap pengadilan tetap menjaga independensi dan mempertimbangkan seluruh fakta secara objektif.
Kasus Rahmadi menjadi potret nyata dinamika penegakan hukum di daerah. Ketika dugaan rekayasa muncul ke permukaan dan sorotan publik terus membesar, kepercayaan masyarakat terhadap aparat hukum pun turut dipertaruhkan.
Peliput: Fernando H.
Editor: Tim Redaksi Radar News